Majelis Hakim PTUN Harus Tolak Gugatan PT. TUM Demi Selamatkan Pulau Mendol Agar Tidak Tenggelam

Suaralangitnews.com – Perwakilan masyarakat Pulau Mendol Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan, bersama Walhi Riau, Eksekutif Nasional dan Jakarta melakukan aksi di depan Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 21 Agustus 2023 agar Majelis Hakim Pengadilan menolak gugatan dari PT. Trisetia Usaha Mandiri (PT. TUM) terkait pencabutan HGU oleh Kementrian ATR/BPN.

Aksi diawali dengan membentangkan spanduk dan poster yang bertuliskan dengan tem “Selamatkan Pulau Mendol, Majelis Hakim PTUN Jakarta Tolak Gugatan PT TUM”

Menurut keterangan dari Tokoh Masyarakat Pulau Mendol Kazzaini KS mengatakan aksi yang dilaksanakan di depan kantor PTUN Jakarta merupakan komitmen masyarakat Pulau Mendol dalam pengawalan proses persidangan gugatan PT. TUM, Selasa (22/08).

“Kami meminta kepada majelis hakim berpihak pada hak masyarakat serta lingkungan dan majelis hakim bisa menolak gugatan dari PT. TUM atas pencabutan HGU oleh Kementerian ATR/BPN di Pulau Mendol. Masyarakat sudah sangat dirugikan dan gelisah keberadaan PT. TUM ini” Tutur Kazzaini.

Penjelasan Kazzaini bahwa konflik antara masyarakat dan PT. TUM berawal dari suarat Kakanwil BPN Provinsi Riau dengan Nomor: MP.3.02/2123-14/VI/2022 tanggal 15 Juli 2022, ditujukan kepada Direktur PT TUM. Surat itu memuat peringatan kepada PT TUM dalam jangka paling lama 20 (dua puluh) hari kalender untuk mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan dan/atau memelihara tanah HGU-nya. Berdasarkan surat tersebut, PT TUM melakukan aktivitas pembangunan kanal, yang kemudian mendapat penolakan dari warga. Lalu, BPN Kantor Wilayah Provinsi Riau membentuk panitia C melakukan evaluasi terkait objek HGU milik PT TUM, hasil evaluasi panitia C tertuang dalam berita acara Nomor 00146 dan 00147, yang ditindaklanjuti dengan mengeluarkan surat peringatan I sampai dengan III terkait penelantaran tanah seluas 6.055,77 Ha kepada manajemen PT TUM. Pada 30 Januari 2022, masyarakat Pulau Mendol mendapat kabar Kementerian ATR/BPN mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1/PTT-HGU/KEM-ATR/BPN/I/2023 yang mencabut HGU PT TUM dan menetapkan lahan tersebut menjadi tanah terlantar, namun Surat Keputusan tersebut saat ini sedang digugat oleh pihak PT TUM dan masih dalam proses persidangan.

Hal senada juga di sampikan Agustian, Masyarakat Pulau Mendol, menurutnya sampai saat ini Pulau Mendol yang merupakan pulau terluar masih terancaman dari pengrusakan sumber penghidupan masyarakat yaitu kebun kelapa dan ladang padi.

“Kami berharap kepada majelis hakim PTUN Jakarta dalam putusannya agar berpihak pada masyarakat, karena PT TUM telah merampas hak rakyat di Pulau Mendol. mau kemana kami lagi, jika hak sudah dirampas,” ucap Agustian.

Wan Andi Gunawan dan Muhammad Supiano, pemuda yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Pulau Mendol (FMPPM) mengatakan, majelis hakim dalam putusannya harus melindungi hak atas tanah masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di Pulau Mendol.

“Keputusan pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Kementerian ATR/BPN yang mencabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT TUM di Pulau Mendol perlu kita dukung dan kami percaya majelis hakim masih punya hati Nurani,” ujar Wan Andi Gunawan.

Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, mengatakan pencabutan HGU PT TUM sebagai dasar keadilan melindungi hak atas tanah masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan di Pulau Mendol.

“Secara substansi, kita tahu bahwa tanah ini sudah di kuasai masyarakat sejak lama dan kami datang untuk memastikan putusannya harus adil dan berpihak kepada masyarakat dengan cara tidak mengabulkan gugatan oleh PT TUM,” sebut Uli.

Kajian ruang dan observasi lapangan WALHI Riau di Pulau Mendol, menemukan bahwa ada aktivitas perkebunan kelapa sawit PT TUM menjadi beban yang harus dihadapi oleh masyarakat. Selain itu aktivitas pembukaan kanal hingga bibir pantai yang dilakukan oleh PT TUM membuat muka air tanah berkurang. Kemudian alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit juga akan mempengaruhi kondisi tanah Pulau Mendol termasuk lahan pertanian masyarakat. Hal ini disebabkan 21,32% atau 6.550 hektar daratan Pulau Mendol dikuasai oleh PT TUM, jika ini dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi ekosistem gambut, beras ladang dan perekonomian masyarakat Pulau Mendol. Pulau Mendol merupakan pulau kecil seluas 30.717 hektar atau 307,17 km persegi. Ia juga pulau gambut dengan lebih separuh luasan kawasan lindung ekosistem gambut, oleh karena itu majelis hakim harus membatalkan gugatan PT TUM agar keselamatan gambut terjaga dan kelangsungan hidup masyarakat. “Pulau Mendol saat ini sedang di rusak oleh aktivitas perkebunan kelapa sawit milik PT TUM, hutan rusak, gambut rusak dan sumber air mulai terancam. Hari ini masyarakat meminta keadilan kepada para majelis hakim untuk mendengarkan suara-suara masyarakat.
tutup Ahlul Fadli, Kordinator Media dan Penegakan Hukum WALHI Riau.//Rls





Pos terkait