Jakarta, Suaralangitnews – KOHATI PB HMI bersama beberapa Organisasi Masyarakat Sipil lainnya melakukan audiensi bersama anggota DPR RI Fraksi Partai PKB di Gedung Nusantara, Senayan. Audiensi ini berkaitan erat terhadap dukungan Partai PKB dalam mendorong percepatan pengesahan RUU PPRT.
Pentingnya hal ini dilakukan karena didasari oleh samakin tingginya risiko ketidakadilan, marginalisasi, diskriminasi terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT). Berbagai data sudah menunjukkan berapa banyak jumlah PRT yang mengalami kasus kekerasan dalam lingkungan kerja tanpa adanya perlindungan hukum yang jelas.
Kekerasan fisik, psikis, ekonomi, pelecehan seksual, perdagangan manusia dan lain-lain, merupakan tabir hitam dibalik Pekerjaan Rumah Tangga (PRT) harus segera dibuka. UU PPRT merupakan bentuk pengakuan dan pelindungan terhadap perempuan pekerja. Ditujukan untuk membangun situasi dan hubungan kerja yang saling memanusiakan, mendukung dan melindungi antara sesama sebagai PRT dan Pemberi Pekerja. sedangkan persoalan Pekerja Rumah Tangga yang selama ini berlangsung tidak sama sekali membangun ekosistem kerja yang sehat.
“Trend Pekerja Rumah Tangga meningkat paling tinggi terjadi di Indonesia, dan mayoritasnya adalah perempuan 84% dan anak-anak 14%. Para PRT yang mayoritasnya ini adalah kaum rentan terhadap resiko eksploitasi, human trafficking, bahkan sampai menjadi korban kekerasan seksual,” kata Umiroh Fauziah (Ketua Umum KOHATI PB HMI) pada saat audiensi bersama Anggota DPR RI Fraksi Partai PKB, Senin, (13/02/2023).
Selain itu Umiroh Fauziah juga menilai, di Indonesia belum adanya payung hukum resmi terkait perlindungan PRT ini membuat para Pekerja Rumah Tangga tidak bisa diakomodir dalam peraturan terkait ketenagakerjaan RI, sehingga ada sebanyak 82% PRT tidak memiliki jaminan kesehatan, dan hampir 100% tidak memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan (read; jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan pensiunan.
Lebih lanjut Umay (sapaan akrabnya) mengatakan, RUU PPRT ini dipandang sangat penting untuk segera disahkan. Karena ini merupakan bentuk perlindungan bagi para kaum rentan (read; PRT) yang memiliki pekerjaan yang sangat luas dengan kondisi jam kerja tidak menentu dan juga tidak memiliki waktu libur/cuti kerja.
“Persoalan lingkungan pekerjaan PRT sangat luas, dengan adanya RUU PPRT ini diharapkan adanya penyelesaian terkait permasalahan kategorisasi lingkup kerja Para Pekerja Rumah Tangga kedalam kelompok PRT paruh waktu dan penuh waktu. Kategorisasi ini bertujuan untuk mengatur hal-hal yang terkait hak maupun kewajiban para PRT,”ujarnya.
Selanjutnya, pemerintah Indonesia juga perlu untuk memandang segala sesuatu bahkan sampai ke hal terkecil sekalipun. Hal itu dilakukan guna untuk mempersiapkan Indonesia dalam menjemput bonus demografis 2045 dengan mempersiapkan SDM unggul berkualitas dan mampu produktif. Perempuan dan anak merupakan element penting dalam membangun sebuah peradaban negara.
No One Left Behind, lanjutnya, sebagai Pemerintah dalam setiap pembangunan, namun selama ini lebih dari 20 tahun pemerintah meninggalkan lebih dari 4jt rakyatnya, 85% perempuan dan 14% adalah anak2 dibawah umur tanpa perlindungan dan haknya sebagai warga negara. Pekerja Rumah Tangga (PRT) bukan hanya sekedar pekerja atau alat yang membantu menyelesaikan kerja-kerja rumah tangga, lebih dari itu peranan PRT harus menjadi bagian penting dalam mendukung setiap keberlangsungan hidup rumah tangga di Indonesia.
“Dengan RUU PPRT Pekerja Rumah tangga bukan hanya sekedar mendapatkan perlindungan payung hukum tetapi menjadi pekerja profesional yang membantu kesejahteraan didalam keluarga dan mendapatkan kelayakan dalam bekerja yang kebermanfaatannya bisa dirasakan oleh pemberi kerja dan penerima kerja,” tambahnya.
Selain Ketua Umum, Audiensi ini juga dihadiri oleh Sekretaris Umum KOHATI PB HMI, Imayanti Kalean dan beberapa jajaran pengurus KOHATI PB HMI
Menurut Ima (sapaan akrab), Pekerja Rumah Tangga adalah pekerja sebagaimana pekerja lainnya. Mereka berhak atas perlindungan dan kepastian hukum atas pekerjaan mereka. Dengan begitu, harapan akan kesejahteraan dan keamanan bagi PRT akan terjamin. Hingga saat ini tidak ada satupun yang kemudian menjadi alasan RUU PPRT layak ditunda pembahasannya. Proses selama 19 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk mengawal pengesahaan RUU ini.
Maka, lanjut Ima, jika tahun ini belum juga disahkan, sudah jelas bahwa negara telah melakukan marjinalisasi pada PRT. Perlu dipahami dan disadari bersama bahwa pembiaran pada kosongnya aturan hukum terhadap perlindungan PRT tidak hanya berakibat pada eksploitasi dan keamanan mereka yang selalu terancam, tetapi juga memiskinkan PRT secara sistematis.
“Oleh karena itu, kehadiran Kohati ditengah perjuangan untuk mendorong segera disahkannya RUU PRT harus mampu memberikan progres yang berarti. Hal itu dapat dilakukan melalui pengerahan seluruh sumber daya yang dimiliki. Cita-cita masyarakat adil makmur adalah juga didalamnya PRT yang sejahtera dan Bahagia,” imbuhnya.
Pada kegiatan audiensi kali ini, bukan hanya di hadiri oleh pengurus KOHATI PB HMI bersama anggota DPR RI Fraksi Partai PKB tetapi juga dihadiri oleh Rampak Sampai, Koalisi Perempuan Indonesia, SPRT, dan YAPESDI yang bergabung dalam koalisi sipil pendukung RUU PPRT. Kegiatan audiensi ini merupakan bentuk dukungan masyarakat Indonesia yang mengharapkan adanya kepastian hukum terkait perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Diakhir pertemuan KOHATI PB HMI juga berharap, pertemuan ini merupakan langkah awal dalam melaksanakan komitmen bersama terkait upaya untuk memberi perlindungan hukum kepada para PRT di seluruh Indonesia, supaya ke depannya tidak ada lagi kasus-kasus yang menimpah para PRT saat bekerja. ***